28 Oktober 2011

SUMPAH PEMUDA



                                                                                                                            
                            MASIHKAH SATU??

 PADA 28 Oktober 83 tahun yang lalu pemuda-pemuda bangsa ini mengucapkan sumpah. Sebuah sumpah yang singkat, sederhana, namun sarat makna. Semangat cinta dan bela negara, rasa persaudaraan dari kompleksnya perbedaan, membuat sumpah ini begitu bermakna, bahkan mampu menjadi semangat semua pemuda Indonesia kala itu. Pun semangat yang tetap dikenang lebih dari delapan dasawarsa. 

Begitu berarti makna Sumpah Pemuda, momentum 28 Oktober 1928 itupun bahkan dianggap sebagai lahirnya Bangsa Indonesia. Karena, sumpah ini merupakan buah perjuangan rakyat yang telah ratusan tahun dijajah. Dari rasa ketertindasan itulah mendorong para pemuda untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia. 

Petikan asli Sumpah Pemuda berbunyi sebagai berikut: “Pertama Kami poetera dan poeteri Indonesia, 
 mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea, kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.” 
               "Atau Versi Baru Yang ejaan nya sudah di sempurnakan"



Menyimak sejarah lahirnya Sumpah Pemuda, memberikan sebuah gambaran tentang indahnya kebersamaan. Bagaimana rukunnya para pemuda bangsa ini ketika itu meski berasal dari suku, ras, dan agama yang berbeda. 

Bahkan di antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie. Namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.

Bahkan bangunan di Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa warga Tionghoa, milik Sie Kok Liong. 

Memutar kembali sejarah lahirnya Sumpah Pemuda, kemudian melihat kondisi kekinian bangsa ini, tak dipungkiri ada perasaan miris. Rasa bertanah air satu, terkoyak-koyak oleh sengketa tapal batas. Ketika wilayah negara ini yang diklaim oleh negara lain, silakan survei berapa persen pemuda kita yang peduli. 

Yang lebih miris, ketika sengketa wilayah itu terjadi di dalam negeri sendiri: misalnya antarprovinsi, antarkabupaten, antarkecamatan, antardesa, rela bertikan hingga menumpahkan darah. 

Berbangsa satu, masihkah bisa diagung-agungkan? Seberapa besar perhatian generasi bangsa ini terhadap bangsanya? Tak perlu mencari jawabnya. Kita cukup melihat tingkah polah dan perilaku generasi kita dalam merespons apa yang dihasilkan atau milik asli dari bangsanya misalnya produk barang, seni, budaya, dan lain-lain. Dari situ kita bisa menemukan jawaban. 

Begitu pula bahasa Indonesia yang dijadikan pemersatu, kini makin terpinggirkan oleh bahasa prokem dan bahasa asing. Anak muda merasa kurang gaul bila tidak menggunakan bahasa prokem. Orangtua lebih menuntut anaknya pintar berbahasa Inggris ketimbang mahir berbahasa Indonesia. 

Tanpa mengecilkan peran dan kiprah generasi muda sekarang, tak salahnya momentum Sumpah Pemuda ini menjadi saat yang tepat untuk merenungkan kembali Betapa bangganya kita terhadap tim sepak bola Indonesia saat berlaga melawan tim asing hingga membuat kita semua berteriak patriotik “garuda di dadaku!”. Kebanggaan seperti inilah yang semestinya tetap terpelihara dengan baik di dada segenap generasi muda bangsa ini terhadap tanah airnya, bangsanya, bahasanya. (*) 

DENGAN INI KAMI SEGENAP PENGURUS PASTRA MENGUCAPKAN 
SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA BAGI SELURUH PEMUDA - PEMUDI
                                 INDONESIA MERDEKA!!!!!!!!

Read More......